Present to my parents especially my beloved daddy who always say that "Fear of the Lord is The Begining of Knowledge" and always give the best for his daugter. Promise, i will still be your little daughter and give you the best on me and would not leave the Lord, Dad.

Be careful for nothing but in everyting by prayer and supplication with thanksgiving let your request be made known unto God. Filipi 4:6

Sabtu, 09 Maret 2013

Kartunet Kampanye Aksesibilitas tanpa Batas


Hari ini adalah hari libur, sebagai mahasiswa yang cukup sibuk untuk mengerjakan laporan dan tugas, moment ini saya pergunakan untuk menikmati kota Semarang. Sekedar informasi saya tinggal dikawasan Universitas Diponegoro, untuk menuju Semarang kota dibutuhkan waktu 30 menit atau bahkan sampai 2 jam apabila macet. Hari ini saya memutuskan untuk naik BRT karena lebih murah dan juga dapat menikmati AC gratis. Saya berangkat pada jam 12 siang dan macetnya kota Semarang tidak dapat terhidari lagi. Sungguh hari yang sial. Untuk menghilangkan rasa bosan, saya mencoba menikmati segala hiruk pikuk kota Semarang dari kaca. Ada hal yang cukup menarik perhatian yaitu ketika perhentian pada salah satu shelter yang cukup memakan waktu karena seorang ibu harus menggendong anaknya yang menyandang disabitas berjalan, karena BRT tidak memiliki tangga tambahan untuk menghubungkan bus dengan shelter dan petugas juga tidak dengan sigap untuk membantu si ibu. Secara psikologi si penyadang disabilitas akan merasa minder, bersalah dan malu karena merepotkan bagi orang lain dan menjadi pusat perhatian karena tatapan yang memandangnya.
Peristiwa tersebut menunjukkan minimnya aksesbilitas dan fasilitas publik bagi penyandang disabilitas. Contoh lain ketika macet parah, para pengendara motor nekat menerobos trotoar untuk menghindari macet. Tentu hal ini sangat mengganggu kenyamanan para pejalan kak dan tidak dapat menikmati haknya dengan nyaman. Apabila bagi kita yang memiliki kondisi fisik yang sempurna masih merasa cukup menjengkelkan, bagaimana dengan penyandang disabiitas? tentu hal ini sangat merepotkan.
Penyandang disabilitas di Indonesia sering mendapatkan kelas kedua. Fisik yang kurang sempurna menjadi penghalang untuk mendapatkan hak-hak sebagai warga negara. Pemerintah yang masih enggan dalam memberikan pelayanan dan fasilitas seperti ruang publik sangat minim yang menyediakan ruangan khusus bagi penyandang disabilitas. Hal kecil seperti trotoar yang berlubang, jembatan yang sudah tidak layak harusnya ynag harus lebih diperhatikan pemerintah untuk meningkatkan dan memberikan rasa nyaman terhadap pengandang disabilitas sehingga tidak ada lagi sebutan warga kelas dua.
Untuk mengikis kesenjangan terhadap disabilitas, perlu diperhatikan beberapa pihak seperti pemerintah dan lingkungan.
Pemerintah. Tidak bisa dipungkiri pemerintah menjadi salah satu penopang aksebilitas tanpa batas. Pemerintah mempunyai wewenang membuat sebuah peraturan, wewenang yang tidak dimiliki oleh pihak lain. Pemerintah harus lebih memperhatikan kaum disabilitas agar penyandang disabilitas tidak merasa menjadi kaum kedua di negara sendiri. Perlu diperhatikan hal-hal kecil tetapi cukup menganggu dan krusial bagi masyarakat penyandang disabilitas. Trotoar diperuntukkan bagi pejalan kaki bukan kendaraan, gerbong khusus pada kaum disabel, akses yang nyaman dan lengkap terhadap area publik. Umumnya kejenjangan yang sangat dirasakan oleh penyandang disabilitas adalah perbedaan hak yang diterimanya. Sekolah umum biasanya menolak siswa yang menyandang disabilitas dan disarankan masuk ke sekolah luar biasa. Kasus lain, sangat sedikit lembaga pemerintahan ataupun lembaga swasta yang memberikan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas. Sehingga pada akhirnya penyandang disabiitas hanya bekerja sebagai pekerja berdasarkan kemampuan individual, seperti tukang pijat ataupun penjahit. Olak hanya itu, pemerintah perlu memperhatikan lebih terhadap hak-hak penyadang disabilitas. Pemerintah juga dapat membuat perlombaan yang dikhususkan bagi masyaratakat kaum disabilitas. Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi untuk maju dan berkembang.
Lingkungan. Perlu dilakukan mainset ulang masyarakat terhadap penyandang disabilitas. Biasanya masyarakat menganggap kaum disabilitas kaum yang terpinggirkan dan menyusahkan. Tidak sedikit kaum disabilitas yang menjadi bahan ejekan. Masyarakat pada umumnya masih melakukan klasifikasi sosial, hanya bergaul pada sesama yang memiliki fisik normal. Hal ini dapat menganggu psikologis kaum disabel untuk berkembang, merasa tidak berguna, disingkirkan dan tidak diharapkan. Lingkungan yang mendukung pada penyandang disabilitas seperti masyarakat yang saling menghargai dan akses publik tanpa batas. Contoh nyata dapat dilakukan dengan pengadaan perlombaan yang melibatkan penyandang disabilitas. Hal ini akan meningkatkan rasa percaya diri dan meningkatkan kebersamaan sehingga perbedaan terhadap penyadang disabilitas semakin terkikis. Tak hanya itu, teknologi juga dapat dimanfaatkan sebagai media untuk mengapresiasikan para penyandang disabilitas seperti situs http://www.kartunet.com dan http://www.xl.co.id. Internet merupakan media yang universal sehingga dapat menjangkau semua kalangan. Informasi yang mendidik dapat membuka wawasan mengenai penyandang disabilitas. Mengubah pandangan miring terhadap penyandang disabilitas bukan hal yang mudah tetapi bukan hal yang musahil untuk dilakukan. Diperlukan kerjasama dari semua pihak untuk menciptakan Indonesia dengan aksesbilitas tanpa batas.